oleh

PELABUHAN TIKUS ILLEGAL TELAGA PUNGGUR MALAH BEBAS BEROPERASI TANPA HIRAUKAN PROTOKOL KESEHATAN

Lokasi : Pelabuhan Tikus illegal Telaga Punggur depan Pulau Kasam.

Batam,vocalexposes.com

Pelabuhan illegal atau ‘’pelabuhan tikus’’ merupakan salah satu penyebab masuknya produk illegal kedalam negri. Biasanya dalam praktiknya, barang illegal diangkut dengan menggunakan kapal–kapal kecil ke pelabuhan tikus illegal dari kawasan perbatasan.(Minggu 24 january 2021)

Yang lebih parah lagi, kondisi ini ditopang dengan adanya praktik kongkalikong dalam perdagangan illegal termasuk oknum aparat.

Perlu diketahui, ada dua bentuk penyelundupan di Indonesia. Pertama, penyelundupan barang, terutama melalui pelabuhan-pelabuhan tikus illegal dan kedua penyelundupan barang dengan memanipulasi dokumen. Penyelundupan-penyelundupan tersebut yang banyak terjadi di pelabuhan-pelabuhan resmi.

Maka akan terlalu naif bagi Pemerintah menganggap penyelundupan hanya terjadi pada pelabuhan illegal.
Padahal, penyelundupan besar-besaran justru terjadi di pelabuhan-pelabuhan besar dan bandara-bandara internasional.

Karena pelabuhan memiliki peran vital dalam aktivitas pelayaran yang berpengaruh dalam penyebaran pandemi Virus Covid-19 ketika Prokol Kesehatan tidak dijalankan dengan benar mengingat sejarah awal mulanya Penularan pandemi Virus Covid-19 ini dimulai dari akses laut atau para pelaut Indonesia yang bekerja di perusahaan kapal negeri kincir angin Belanda.

Hal yang sangat berbahayaini tidak boleh dibiarkan dan harus segera ditindak oleh Pihak berwajib setempat, bila perlu dibuat operasi tim gabungan terpadu guna menindak pelabuhan tikus illegal yang tidak mengindahakan dan menjalankan protokol kesehatan dengan benar.

Berpengaruh juga dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta Pemerintahan sebagai negara kepulauan seperti Indonesia, ditambah karena sebentar lagi Indonesia akan menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), Perdagangan antar bangsa Se-Asia Tenggara itupun nantinya tak lepas dari pelabuhan sebagai tempat yang menghubungkan arus masuk dan arus keluar maka akan sangat penting bagi Indonesia untuk berperan aktif dalam pengelolaan pelabuhan yang bisa mendatangkan income bagi negara.

Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan untuk memerangi pelabuhan tikus dan pengamanan untuk dapat mencegah dan meminimalisasikan tindakan kejahatan yang mungkin saja dapat terjadi, semisalkan : Penyelundupan Narkoba, TKI illegal (traficking), miras, rokok, BBM illegal, bibit udang lobster, hewan-hewan langka yang dilindungi oleh negara, bahan peledak, senjata api illegal dan bahan-bahan zat kimia berbahaya lainnya serta masih banyak lagi barang-barang illegal yang tidak berizin lengkap dari negara.

Tim awak media ini sempat mewawancarai beberapa pekerja yang sehari-harinya menggantungkan penghasilannya dari bekerja membongkar muat barang dari kapal naik ke lori dan dumtruck ataupun sebaliknya.

“Disini tidak ada bongkar muat pak/bu, barang yang dibongkar cuman sayur mayur dan bahan sembako yang akan dihantar ke pulau-pulau seberang, “jelas (FH) dengan lantang.

“Ini Pelabuhan Big Boss Akim, disini kalau bongkar muat dimulai dari jam 12 malam sampai jam 2 pagi dini hari, “ceplos salah seorang ibu setengah baya bernama Reny, Mandor para pekerja bongkar muat tanpa sengaja.

Di dalam UU Nomor 10 Tahun 1995, ketentuan pidana diatur pada Pasal 102 sampai Pasal 111. Sanksi minimal dari ketentuan pidana itu berupa pidana penjara maksimal 2 tahun dan atau denda paling banyak sebesar Rp100 juta. Sanksi minimal ini ditemukan pada Pasal 104. Artinya, sanksi pidana terhadap tindak pidana di bidang kepabeanan dapat kurang dari 2 tahun penjara atau kurang dari Rp100 juta.

Tentunya sanksi yang relatif ringan itu, terlebih lagi sanksi administratif yang hanya berupa denda, tidak dapat membuat para importir nakal maupun penyelundup jera. Namun demikian, perbaikan pelaksanaan kepabeanan tidak selalu tertumpu pada revisi peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Undang-undang yang baik tanpa realisasi di lapangan adalah suatu kelumpuhan. Perangkat-perangkat penunjang pelaksanaan peraturan pun harus juga dibenahi.

Selain itu, ada juga persoalan infrastruktur khususnya peningkatan sistem teknologi informasi. Untuk pelabuhan – pelabuhan besar sudah dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai. Sekarang juga telah diperbaharui sistem Indonesia National Single Window (INSW) dengan aplikasi yang ramah dan ketat dalam pengawasan. Namun hal itu tak cukup termanfaatkan lantaran setiap operator pelabuhan dan instansi pemerintah bersikukuh menggunakan sistem komunikasi masing- masing. Kunci penting dari itu semua diperlukan interkonektivitas semua pihak.

Penutupan pelabuhan tikus illegal memang penting. Namun, upaya itu perlu disertai dengan penertiban penyelundupan di pelabuhan-pelabuhan resmi. Kinerja pengawasan dan penegakan hukum di sektor tersebut harus diperbaiki. Seperti halnya reformasi hukum yang harus meliputi tiga komponen sistem hukum, yakni :
1. Substansi Hukum,
2. Struktur Hukum, dan
3. Budaya hukum.
Upaya perbaikan pelaksanaan kepabeanan pun tidak dapat dilepaskan dari perbaikan tiga komponen tersebut.

#TIM-FERRA-RI#

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *