Vocalexposes.com – Batam, Lokasi penambangan pasir ilegal sekaligus tempat pencucian pasir ilegal yang tersembunyi, lepas dari pantauan pihak Kepolisian Daerah (Polda) Kepri, disebabkan lokasi tersebut jauh dari akses jalan raya kurang lebih dari simpang Rumah Sakit sudarsono dan Tempat Pemakamam Umum (TPU) kira-kira berjarak kurang lebih 5 (lima) kilometer jaraknya masuk kedalam dan belum diketahui orang banyak, membuat big boss pasir ilegal terbesar se-Kepri inisial (Eko dan Ayu) merasa aman, besar kepala dan kebal hukum.
Hasil penelitian dan investigasi tim awak media ini adapun dampak negatif dari hasil penambangan pasir ilegal tersebut ialah menunjukkan tingkat erosi di lokasi penambangan pasir tersebut adalah bersifat moderat dan ringan dan menimbulkan dampak fisik lingkungan seperti tanah longsor, berkurangnya debit air permukaan (mata air), tingginya lalu lintas kendaraan membuat mudah rusaknya jalan, polusi udara, dan dampak sosial ekonomi.
Ketersediaan lahan yang semestinya berjalan baik, rusak akibat pertambangan pasir ilegal ini.
Bisa jadi masalah ekologi, resapan air dan longsor, rusaknya jalan PT, potensi konflik warga serta rusaknya potensi lainnya. Tambang ilegal jelas tanpa memperhatikan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Namun ada juga dampak positif dari penambangan pasir ilegal tersebut yakni menambah lapangan pekerjaan dan meningkatkan penghasilan dan taraf hidup/kesejahteraan penduduk lokal.
Timbul pertanyaan bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh penambang pasir ilegal agar memperoleh hasil yang banyak tetapi tidak merusak sumber daya alam sekitar ??””
Jawabnya Gampang, upaya yang harus dilakukan oleh penambang pasir ilegal agar memperoleh hasil yang banyak tetapi tidak merusak sumber daya alam sekitar adalah menambang pasir secara manual dengan menggunakan sekop atau alat lainnya yang lebih cepat dan ramah lingkungan.
Namun keserakahan dan keinginan cepat kaya dengan mendapat hasil keuntungan yang berlimpah-limpah dan berlipat kali ganda, membuat para penambang pasir ilegal melanggar aturan hukum yang sudah diberlakukan pihak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta aparat penegak hukum.
“Bayangkan saja pak/bu keuntungan mereka sangat besar, dengan menambang pasir ilegal memakai beko/traktor dan sekaligus memakai mesin dompleng untuk mencuci pasir ilegal tersebut disini, 1 (satu) lori/ dum truck bisa dijual minimal sebesar 700 ribu rupiah per lori/dum truck, per hari mereka bekerja bisa menghasilkan paling sedikit 50 lori/dum truck, kalikan saja pak/bu penghasilannya perhari bisa sampai 35 juta rupiah, dikalikan 30 hari selama sebulan, di total jumlah penghasilannyabisa mencapai Rp. 1.050.000.000,- (satu milyar lima puluh juta rupiah) per bulannya, “terang salah satu warga sekaligus pekerja yang tidak ingin disebutkan identitasnya.
“Saat ini big boss (Eko) itu sudah berubah 180 derajat, dari dulunya rendah hati dan baik budi, sekarang mah…jadi sombong, serakah dan pelit habis, makanya saya sakit hati sama beliau pak/bu, jadi saya ungkapan semuanya ke media ini, “jelasnya sambil tertunduk.
Pasal tambang pasir ilegal terkait dengan penambangan pasir, Pasal 35 huruf i, UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menyatakan bahwa, “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang keras melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila menjadi wilayah cagar alam atau pelestarian lingkungan hidup.
Semua aktivitas penambangan pasir ilegal dan ancaman bagi perusakan pelestarian kawasan pesisir dapat dituntut hukuman pidana penjara.
Tambang pasir ilegal atau disebut juga Rupang, dapat dipidana dengan tuntutan 8 (delapan) bulan penjara, namun itu lantaran kita salah kaprah memahami Pasal 158. Padahal aslinya, semua yang terlibat dalam aktivitas pertambangan ilegal bisa dikenakan sanksi maksimal 10 (sepuluh) tahun penjara, dan denda Rp 10 milliar.
Penulis :
#M.IZROIL#
Komentar